Ketentuan Hukum Pidana
Pemerintah tidak tinggal diam dalam mengatasi kejahatan di dunia
maya ada beberapa Ketentuan hukum pidana di Indonesia yang berlaku. Saat
ini telah lahir Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE) yang di
dalamnya mengatur berbagai aktivitas yang dilakukan dan terjadi di dunia
maya (cyberspace), termasuk pelanggaran hukum yang terjadi. Namun
demikian belum dapat memadai dalam kaitannya dengan pembuktian pada
kasus-kasus cybercrime. Ada beberapa masalah yang muncul antara lain
bagaimana proses pembuktian dan kekuatan hukum pembuktian secara
elektronik dihubungkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Berdasarkan analisis hukum, dapat disimpulkan bahwa proses pembuktian
yang dapat dilakukan atas perkara cybercrime sama dengan pembuktian pada
perkara pidana biasa, menggunakan alat-alat bukti elektronik di samping
alat-alat bukti lainnya yang diajukan memiliki keabsahan secara hukum,
dalam hal ini didasarkan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku saat
ini, yakni Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP serta Pasal 5 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Pembuktian secara elektronik menggunakan alat-alat bukti
elektronik seperti informasi dan atau dokumen elektronik, yang dilakukan
pada perkara-perkara cybercrime memiliki kekuatan hukum yang sama
dengan proses pembuktian pada perkara pidana biasa, berdasarkan
ketentuan hukum acara pidana khususnya Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP
serta Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
0 komentar:
Posting Komentar